NEWS:

  • Dukung Kemandirian Ekonomi Desa: Kolaborasi Dosen Gizi dan Farmasi UNMUL Ciptakan Inovasi Tepung Buah Nipah Tua
  • Jasa Raharja Jamin Seluruh Penumpang Minibus yang Mengalami Kecelakaan di Tol Pasuruan-Probolinggo
  • Terus Optimalkan Pelayanan Digital Kepada Korban Kecelakaan, Jasa Raharja Gelar Industrial Symposium Bersama PERSI Dengan Penganugerahan ”JRCare Award 2024” Bagi Rumah Sakit dengan Pelayanan Terbaik
  • KPAD dan DKP3A Kaltim Inisiasi Materi Dasar KIE Kepro Remaja yang Bebas Pornografi dan Erotisme
  • Gelar Seminar Nasional Bersama MTI, Rivan A. Purwantono Paparkan Langkah Inovatif Jasa Raharja Tingkatkan Pelayanan dan Tekan Kecelakaan 

M Djailani artikelOleh Mohammad Djailani*

Bukan rahasia, bahwa sejak awal gagasan rencana pindah Ibukota Nusantara dari DKI ke luar Pulau Jawa akan dibiayai dari investasi pihak ke tiga (non bugeter) dengan skema SWF (Soveriegn Wealth Fund), diantaranya bersumber dari sindikasi dari 3 negara adidaya yaitu  Arab, Inggris dan Jepang yg berkolaborasi dalam Softbank. 

Dalam perjalanannya seteleh Pemerintah dan DPR menetapkan UU No.03/Tahun 2022 dan dilantiknya Bambang Susantono menjadi Kepala BOIKN, Softbank menyatakan mundur tanpa alasan.

Diduga jauh  sebelumnya oleh para pengamat bahwa mundurnya Softbank dan beberapa sindikasi investor internasional lainnya, semata alasan klasik yang normatif, tidak terlepas dari kondisi makroekonomi dan keuangan negara akhir ini alami defisit dan bengkaknya utang luar negeri Indonesia.

Dengan nomenklatur yang sama, investasi untuk infrastruktur pindahnya Ibukota Negara tidak sama dengan foreign direct investment ke sektor riel (di bidang industri pertanian pertambangan dan lainnya, dalam skala waktu tertentu bisa diproyeksikan besaran hasil (return on investment) untuk cicilan plus bunga (repayment).

Sementara investasi untuk infrastruktur Ibukota tergolong konsumtif, sehingga wajar kalau investor asing berkali-kali mikir menggelontorkan dananya untuk pembangunan IKN.

Baca juga..Stabilitas dan Peranserta Aktif Masyarakat Lokal Prasyarat Akslerasi Pembangunan IKN

Apalagi, setelah ada audit BPK bahwa debt service ratio Indonesia telah mencapai 46,7% yaitu di atas ambang batas normal yang ditentukan IMF yaitu hanya sekitar 25 - 35%.

Dalam upaya untuk mendorong percepatan pembangunan IKN Nusantara sisa waktu masa jabatan Presiden Jokowi  sebelum berakhir pada tahun 2024, tak ada pilihan kebijakan Pemerintah, kecuali harus berani  merestrukturisasi anatomi  Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang kini selalu defisit dari tahun ke tahun, yang pembangunan menjadi belanja Negara yang proritas, yang praktis butuh dukungan para legislator di Senayan.

Komitmen Pemerintah bersama DPR pasca UU No.3/2022 harus terus berlanjut, siapa pun sebagai pelanjut  estafet, Presiden pasca Jokowi pasca tahun 2024, hendaknya dikelola secara realistis berkelanjutan tapi pasti (jangan dipaksa, di luar batas kemampuan).

Dalam upaya mengantisipasi rendah minat para funder (nasional/asing) untuk investasi di IKN, baik skema pembiayaan umum maupun SWF seperti yang dikelola oleh PT SWF dengan Dirut Ridho Sambas Wirakusumah, satu-satunya pilihan pahit harus disandang melalui restrukturisasi kebijakan budgeter pembangunan IKN Nusantara menjadi sektor prioritas dalam struktur APBN yang dikelola secara konservatif bertahap dan berkesinambungan.

*Mohammad Djailani/ Mantan Asisten Deputi Menko EKUIN/Bappenas, Ketua Umum Aliansi Pimpinan Ormas Daerah Kaltim selaku  Ketua Dewan Rakyat Daerah IKN Nusantara

Berita Lainnya...

Warta Kaltim @2022- Sarif 

 

NEXT

WARTA UPDATE

« »