NEWS:

  • Rivan A. Purwantono Pastikan Korban Tabrakan Beruntun Tol Cipularang Dapat Pelayanan Terbaik di RS Abdul Radjak
  • Seluruh Korban Terjamin, Jasa Raharja Proaktif Data Korban Tabrakan Beruntun di Tol Cipularang
  • Berhasil Jalankan Tata Kelola untuk Tingkatkan Pelayanan, Jasa Raharja Raih Penghargaan sebagai Best BUMN Awards 2024
  • Rivan A. Purwantono: Langkah Strategis Penegakkan Hukum Lalu Lintas Penting Terus Dilakukan Karena Mayoritas Kecelakaan Diawali Pelanggaran 
  • Sukses Jaga Keseimbangan Keuangan dan Pelayanan, Jasa Raharja Raih Penghargaan Indonesia Best Insurance Awards 2024 

SAMARINDA- Wilayah Kalimantan, dibanding wilayah lainnya di Indonesia, jumlah kejadian dan jarak waktu antar kejadian bencana alam, jauh lebih rendah. Perumpamaan terkait seringnya terjadi bencana, misalkan di Pulau Jawa kejadian gempa itu dalam setahun bisa lebih dari 200 kali, sedangkan di Kalimantan Timur kurang dari 5 kali. Hal itu menjadi satu dari sekian faktor persyaratan penguat menurut ketentuan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sehingga Provinsi Kaltim ini yang dipilih sebagai IKN.

Demikian disampaikan Ir. Fajar Alam, S.T., M.Ling., IPM, Ketua Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur/UMKT, di Pojok Juanda Cafe Kota Samarinda Minggu, 14/05/2023.

“Ketika dipetakan, bukan berarti di Kalimantan Timur tidak ada potensi gempa bumi atau nol tapi dibandingkan kebencanaan yang sama di banyak pulau besar di Indonesia, jumlahnya jauh lebih sedikit sehingga akhirnya, itu jadi satu dari sekian faktor persyaratan penguat menurut ketentuan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), provinsi ini yang dipilih sebagai IKN.  ” ungkapnya

Dalam ilmu geologi, Indonesia memiliki ragam bencana antara lain bencana gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir, tanah longsor. Ditambah kebencanaan lain antara lain kebakaran hutan, kekeringan, epidemi dan wabah penyakit, belum lagi ditambah konflik sosial dan kegagalan teknologi. Item-item ini melengkapi khasanah kebencanaan di Indonesia. Sehingga, daripada berfokus kepada istilah bebas bencana, lebih tepat kita melihat seberapa banyak dan seringnya bencana tersebut terjadi.

Dia menambahkan bahwa khasanah kebencanaan di Indonesia, daripada berfokus kepada istilah bebas bencana lebih tepat kita melihat seberapa banyak dan seringnya bencana tersebut terjadi. Kalau dilihat di peta-peta tematik yang dibuat oleh pemerintah, ada peta gempa bumi, peta posisi gunung api aktif, peta sebaran tanah longsor, peta gerakan tanah, peta potensi banjir, dan lain-lain.

"Bencana terkait gempa bumi, letusan gunung api, secara umum terdapat di pulau-pulau besar di Indonesia, dan sebagian pulau lain yang lebih kecil. Pada masing-masing wilayah kebencanaan tersebut, terdapat informasi waktu kejadian bencana, besarnya magnitudo gempa bumi atau letusan gunung api yang terjadi, besar kerugian yang diderita manusia dan aspek mitigasi kebencanaan lainnya,” jelasnya.

Pada wilayah yang menjadi jalur batas lempeng benua dengan lempeng benua atau lempeng benua dengan lempeng samudera, kejadian bencana terkait gempa bumi, letusan gunung api maupun potensi tsunami menjadi lebih sering terjadi dengan kekuatan beragam, daripada wilayah yang tidak berbatasan atau relatif jauh dari batas lempeng. Di Indonesia, wilayah yang umumnya mengalami gempa yakni Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, membelok ke kepala burung di Papua, hingga Sulawesi. Untuk sebaran bahaya letusan gunung api pada umumnya setara dengan bahaya gempa bumi, kecuali pada Papua yang tidak ada gunung api. Sementara untuk Kalimantan, jumlah kejadian dan jarak waktu antar kejadian, jauh lebih rendah daripada  wilayah sebagaimana disebutkan tadi ”, tutur Fajar.

Tetap di peta gempa pun masih terbaca ada titik-titik gempa di Kalimantan Timur,  namun sedikit. Terkonsentrasi di daerah hidung Kalimantan, yang merupakan bagian dari kelurusan atau patahan Mangkalihat. Bagian lainnya ada di sekitar Balikpapan, sebagai bagian dari kelurusan atau patahan Adang. Memang jumlah dan kekerapannya jauh lebih sedikit dibanding pulau-pulau besar lain di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi, pun juga dari segi gangguan yang dirasakan”, tutur Fajar.

Masyarakat tidak salah, ketika mengutarakan pendapatnya bahwa  banjir di masa lalu hanya terjadi kalau hujan lama, sekarang hujan sebentar sudah banjir. Hal tersebut dapat menjadi introspeksi pemerintah untuk segera menyiapkan mitigasi terkait bencana tersebut.

Mengurangi risiko bencana yang terjadi, bilamana tidak bisa menghilangkan sumber bencana tersebut. Kita bisa ambil contoh penanggulangan gempa dan tsunami di Jepang. Pulau Jepang itu hampir semua bagiannya berpotensi besar untuk terkena bencana gempa. dan letusan gunung berapi, dengan nyaris di tiap garis pantainya berpotensi tsunami. Akan tetapi, mereka tetap bisa tinggal dan hidup di sana. Rahasianya adalah mitigasi bencana sejak usia dini, sehingga jadi bagian dari kebudayaan sadar bencana.  dari kecil, masyarakat sudah diajarkan untuk berhadapan dengan potensi gempa dan bagaimana menghadapinya. Antara lain, urutan tindakan seperti apa ketika terjadi gempa, di mana harus berlindung, bagaimana untuk tidak panik, dan hal lainnya. Di sisi lain pemerintah Jepang juga mengembangkan model bangunan yang konstruksinya lebih beradaptasi terhadap kebencanaan gempa. Dengan  hal tersebut korban jiwa akibat gempa bumi bisa dikurangi.

Pada intinya, yang bisa kita upayakan dalam optimasi kegiatan kawasan IKN, pemerintah Republik Indonesia bisa menyiapkan mitigasi bencana di wilayah IKN sebaik-baiknya dengan memahami ragam dan karakter kebencanaan kawasan secara mendalam. Sehingga, hal-hal yang berdampak kerugian bagi aktifitas masyarakat maupun berdampak hingga korban jiwa dapat ditekan sedemikian rupa, sekaligus mengurangi kekhawatiran masyarakat”, tutur Fajar sebagai tutupnya mengakhiri.

Warta Kaltim @2023- Reynaldy



NEXT

WARTA UPDATE

« »