Belakangan ini ramai ramai membincangkan pohon bajakah yang menjadi inovasi obat kanker payudara. Hasil penelitian dari dua siswa SMAN 2 Palangka Raya ini menang dalam lomba World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan bulan Juli lalu.
Namun ternyata penggunaan tanaman sebagai obat berbagai jenis penyakit sudah dilakukan suku Dayak jauh sebelum penemuan khasiat pohon bajakah ini. Bahkan menurut riset, suku Dayak memanfaatkan 47 jenis tumbuhan dengan kegunaan yang berbeda-beda pula.
Ini disebabkan oleh pembentukan suku Dayak di Kalimantan Timur yang mempertahankan tradisi yang diturunkan dari menciptakan ke generasi. Mereka tetap memanfaatkan tumbuhan sebagai obat maupun untuk menjaga kesehatan. Berikut beberapa tanaman danalan suku Dayak:
BAJAKAH
Bajakah menjadi viral di Masyarakat Kita sejak tiga siswa SMA 2 Palangka Raya, Kalimantan Tengah yaitu Yazid Rafli Akbar, Anggina Rafitri, Aysa Aurealya Maharani yang tengah mengikuti lomba karya ilmiah remaja (KIR) ini berhasil membuktikan tanaman liar dari hutan Kalimantan bernama Bajakah mampu menyembuhkan kanker. Bahkan Sabtu (17/8), ketiganya mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ketika upacara peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Sebelumnya dalam Youth National Science Fair 2019 (YNSF) di Universitas Pendidikan Bandung (UPI) lolos menjadi salah satu pemenang serta mewakili Indonesia untuk mengikuti World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan, pada 25-27 Juli 2019 mendapat medali emas.
Menirut kata Herlina (Guru Pembimbing), Ide Kayu Bajakah Menjadi Obat Penyembuh kanker diawali ekstrakurikuler, cari-cari ide untuk mengikuti lomba (KIR), kami ingin ide datang dari kearifan lokal. Kebetulan Yazid pernah menggunakan kayu bajakah yang ada di hutan Kalimantan sebagai obat turun-temurun. Kayu itu digunakan untuk mengobati nenek yang mengidap kanker payudara, dan akhirnya memang sembuh. Berdasarkan hasil empiris itulah kami percaya kayu itu bisa mengobati kanker.
Dari informasi Yazid itulah, ketiga siswa kembangkan dan didukung sekolah, bimbingan seorang guru. Kami melakukan uji atau penelitian di laboratorium sekolah dengan uji sampel menggunakan dua ekor mencit yang telah diinduksi atau disuntik zat pertumbuhan sel tumor atau kanker. Sel kanker berkembang di tubuh tikus dengan ciri banyaknya benjolan di tubuh, mulai ekor hingga bagian kepala. Mencit yang diberi rebusan kayu bajakah tetap sehat, bahkan berkembang biak.
Supaya lebih yakin, siswa itu pun ke laboratorium lain, kali ini ke Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Dari hasil itu terlihat memang memiliki beberapa senyawa bioaktif yang bisa menyembuhkan kanker.
Tumbuhan bajakah memang sulit dibedakan dari tumbuhan lainnya. Batang kayu bajakah seperti tumbuhan sulur yang membelit atau menumpang pada tumbuhan lain. Diameter pohonnya tidak terlalu besar, hanya segenggam tangan orang dewasa, banyak tumbuh ditanah gambut di pedalaman hutan Kalimantan, kalimantan tengah, termasuk Kalimantan Timur. Warna batang pohonnya kecokelatan. Daunnya berada di ketinggian sehingga sulit dijangkau. Untuk menemukan kayu bajakah itu sulit, sebab bentuknya mirip dengan tumbuhan lain yang juga hidup di hutan. Batang pohon bajakah yang terpotong meneteskan air berwarna bening. Air tersebut berkhasiat untuk kesehatan. Air dari kayu bajakah itu terasa seperti air putih biasa namun terasa dingin. Tumbuhan ini hanya hidup di lokasi rimbun di mana sinar matahari tak banyak masuk karena tertutup rimbunnya hutan. Hal tersebut yang membuat bajakah sulit dibudidayakan.
Namun, mesti hati-hati, kayu ini memiliki varietas yang banyak sekali, mungkin sampai 100. Semuanya punya kegunaannya masing- masing, biasanya orang Kalimantan ada yang pakai untuk berburu, berperang, dan lainnya. Ya, tidak semuanya bisa digunakan untuk menyembuhkan kanker, bajakah jenis ini hanya salah satunya. Jadi, harus berhati-hati.
Kenyataannya, ada beberapa jenis tanaman akar bajakah. Namun, tidak diketahui persis jenis akar bajakah mana yang diklaim bisa menyembuhkan penyakit kanker.
Namun bersumber detikhealth dari laman resmi Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan ada tiga jenis tanaman bajakah, yakni:
Bajakah Lamei: Tumbuh di hutan tropis lembab yang batangnya menyimpan banyak air yang bisa diminum. Cairan terkandung dalam tanaman ini dipercaya bisa menyembuhkan diare.
Bajakah Kalalawit (Uncaria Gambir Roxb): Mengandung phenol dan antibacterial, dengan ekstraknya mengandung tinggi katekin untuk mencegah penyakit jantung, obesitas, dan membantu pembentukan kolagen. Senyawa catechin dalam gambir juga dipercaya bisa mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari.
Bajakah Tampala (Spatholobus Littoralis Hassk): Akar bajakah ini mengandung senyawa fenolik, flavonoid, tannin, dan saponin, yang bisa mempercepat pertumbuhan kolagen dan pembentukan epitel baru. Tanaman bajakah ini dikenal bisa menyembuhkan luka dan berbagai penyakit.
Kayu bajakah mengandung 40 macam zat penyembuh kanker, di antaranya saponin, fenolik, steroid, terpenoid, tannin, alkonoid, dan terpenoid. Zat tersebut diketahui dari pengujian laboratorium.
"Kalau dibudidayakan, kandungannya akan berbeda dengan tanaman yang ada di habitatnya karena dari struktur dan zat haranya berbeda," kata Herlina (Guru Pembimbing)
Karena ada kekhawatiran eksploitasi hutan di Kalimantan Tengah, terlebih lagi untuk tujuan komersil. Oleh karena itulah keberadaan persis dan nama dari jenis akar bajakah ini masih dirahasiakan.
Khasiat tanaman Bajakah sudah dirasakan Daldin, salah satu warga suku Dayak asli Kabupaten Gunung Mas, Palayangkaraya.
Awalnya, dokter menyarankan agar ibu Daldin dioperasi untuk mengangkat kanker payudaranya. Namun, ia menolak dan memilih pulang ke kampungnya.Ayah Daldin mencari akar tanaman Bajakah yang biasa tumbuh di tengah hutan. Selama satu bulan sang ibu meminum air rebusan Bajakah.
Lalu, ibu Daldin dinyatakan sembuh total dari kanker payudara."Hanya dalam dua minggu reaksi, sebulan sembuh total," kata Daldin, Padahal sebelum meminum air rebusan Bajakah, ibu Daldin sangat kesakitan. Kanker payudara menggerogoti tubuhnya selama kurang lebih 10 tahun. Bahkan, kanker payudara itu membuat luka yang bernanah dan mengeluarkan darah.
Cara Mengolah dan Mengosumsi Akar Bajakah untuk Obat Kanker
Sebagaimana dilansir dari detikhealth, tanaman bajakah ini hanya diambil bagian akarnya, kemudian diproses untuk menjadi ramuan akar bajakah.
Begini cara mengolah dan mengonsumsi akar bajakah:
Akar bajakah dikeringkan di bawah matahari, Cacah akar bajakah setelah mengering, lalu dihaluskan dengan ditumbuk atau diblender. Bubuk akar bajakah selanjutnya diseduh dengan takaran 1 gram dalam larutan 500 mililiter (ml) air. Bisa juga direbus dengan air selama 30 menit, baru kemudian diminum setiap hari. Air rebusan akar bajakah berwarna seperti teh Saat diminum, air bajakah terasa hambar.
Baca/Klik :
Rumput Bulu
Suku Dayak menggunakan bagian akar dan daunnya untuk merawat sakit perut. Tanaman Ageratum conyzoides ini diremas-remas dan diseduh. Setelah itu dibalurkan di sekitar pusar untuk mengurangi rasa sakit. Beberapa manfaat lain dari tanaman ini adalah perawatan demam, sakit tenggorokan, hingga diare.
Gambar: Tanaman Rumput Biru
Tumbuhan ini juga digunakan oleh masyarakat Sunda untuk menyembuhkan luka dan bisul. Seluruh bagian tanaman ditumbuk dan gabungan dengan kapur sirih. Kandungan utama yang ada di dalam tanaman ini adalah asam amino yang baik untuk tubuh.
Halalang
Tanaman yang digunakan oleh suku Dayak untuk merawat pendarahan dan sakit gigi. Bagian tanaman yang digunakan adalah akar. Ini disebabkan karena kandungan asam kersik dan logam alkali di dalamnya. Nama ilmiah tanaman ini adalah Imperata cylindrica.
Gambar: Tumbuhan Halalang
Hasil penelitian di Jepang juga menunjukkan bahwa masing-masing tumbuhan ini dapat digunakan sebagai obat yang mengandung kandungannya yang kaya dan dapat menjaga kesehatan tubuh.
Bopot
Akar dan daun tanaman Jasminum pubescens ini suku Dayak dapat menyembuhkan muntaber. Tanaman asli Indonesia ini memiliki banyak khasiat dengan sebutan yang berbeda-beda pula. Sering dikenal dengan sebutan gambir hutan dan masih satu keluarga dengan melati.
Gambar: Bopot
Jika tanaman ini diramu dengan daun sembung, daun meniran, dan temulawak maka dapat dikonsumsi untuk obat sakit kuning. Tidak heran tanaman ini juga terkenal di Jawa dengan sebutan Poncosuda dan di Sunda dengan sebutan Malati Areuy.
Sengkepok
Gambar: Tanaman Sengkepok (Physialis minima)
Tanaman ini tumbuh liar di kebun atau tanah yang lembap. Masyarakat suku Dayak menggunakan akarnya untuk merawat penyakit cacar. Bahkan seluruh bagian Physalis minima ini dapat digunakan untuk obat gusi berdarah, bisul, dan mulas. Kandungan flavonoid dan polifenol di tumbuhan ini berkhasiat untuk antioksidan.
Beluntas
Suku Dayak merebus daun beluntas dan meminum airnya sebagai obat keputihan. Dengan nama ilmiah Pluchea indica, tanaman ini dapat ditemukan di seluruh Asia Tenggara dan Cina Selatan.
Gambar: Beluntas
Bahkan semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan, baik segar maupun setelah dikeringkan. Khasiat lain yang bisa didapatkan dari tumbuhan ini adalah gangguan darah dan gangguan pencernaan.
Ini membuktikan bahwa suku Dayak di dalam hutan Kalimantan Timur selain melestarikan tradisi, juga berkontribusi untuk perkembangan obat-obatan herbal di Indonesia.
Meniran
Penelitian Maharani Nida Ervina dan Yatin Mulyono Prodi Tadris Biologi, IAIN Palangka Raya menjelaskan masyarakat suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah menggunakan ekstrak daun meniran hijau dibuat ramuan dicampurkan dengan kasai tai handalai (kotoran cacing tanah) dipercaya mampu membantu penyakit kulit kayap ular (herpes zoster) dengan metode penggunaan sebagai obat luar serupa salep. Perlakuan khas
menurut tradisi setempat, yaitu (1) pembuatan ramuan harus menjelang senja, ada doa tertentu saat pengobatan, (3) pengobatan selama 3 hari berturut-turut dan harus dimulai dari hari jumat, (4) pasien diharuskan membawa jarum. Kandungan ekstrak meniran hijau memiliki kontribusi besar dalam campuran racikan kasai tai handalai. Antrakuinon yang terkandung pada ekstrak meniran membantu merangsang imunitas tubuh dengan mendorong limfosit T aktif bekerja, zat quercetin yang berperan sebagai anti inflamasi, dan kandungan alkaloid pada meniran yang berperan sebagai anti-nosiseptif. Kotoran cacing mengandung mineral berupa Zinc (Zn) yang juga memiliki peran besar dalam penyembuhan herpes zoster serta menutrisi kulit.
Gambar: Meniran (Phyllanthus urinaria, L.) .
Meniran yang memiliki nama ilmiah Phyllanthus niruri dari famili Euphorbiaceae. Di beberapa daerah, meniran dikenal dengan nama kilaneli (India), zhen chu cao, ye xia zhu (China), child pick a back (Inggris), stone breaker, shaterrstone, chamber pahit, leafflower, quinine weed (Amerika Selatan), dan arrebenta pedira (Brasil).
Di beberapa daerah di Indonesia, meniran dikenal dengan nama lokal ba'me tano, sidukung anak, dudukung anak, baket sikolop (Sumatera), meniran ijo, meniran merah, memeniran (Jawa), bobolungo, sidukung anak (Sulawesi), gosau ma dungi , gusau ma dungi roriha, belalang babiji (Maluku). Suku Dayak dan Banjar disebut (ambin buah).
Meniran dikutip dari usu.ac.id , memiliki rasa pahit, agak asam, serta bersifat sejuk atau mendinginkan. Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi sebagai antibakteri atau antibiotik, antihepatotoksik (melindungi hati dari racun), antipiretik (pereda demam), antitusif (pereda batuk), antiradang, antivirus, diuretik (peluruh air seni dan mencegah pembentukan kristal kalsium oksalat), ekspektoran (peluruh dahak), hipoglikemik (menurunkan kadar glukosa darah), serta sebagai imunostimulan (merangsang sel untuk bekerja lebih aktif).
Dr Suprapto Ma'at Apt MS, dosen penyakit infeksi dan peneliti obat herbal Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, telah meneliti khasiat ekstrak meniran. Uji praklinis pada mencit (tikus putih) membuktikan ekstrak meniran dapat meningkatkan ketahanan. Bahkan ketika dilakukan uji klinis di berbagai rumah sakit juga terbukti bahwa khasiat ekstrak meniran berkhasiat dalam membantu penyembuhan penyakit tuberkulosis, hepatitis dan vulvovaginitis.
Penemuan itu telah mendapatkan penghargaan dari BJ Habibie Technology Award 2008. Penemuan itu juga telah dipatenkan oleh Dirjen HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual Indonesia) pada tahun 2008.
“Satu-satunya obat tradisional yang tidak dapat disaingi obat kimia adalah obat yang dapat mengutak-atik sistem imun tubuh yang dikenal dengan nama imunomodulator,” katanya, dikutip dari Kompas , 22 Agustus 2008.
Meniran yang sudah menjadi obat herbal, telah teruji dengan baik dengan 15 uji klinis. Obat herbal ini juga telah memperoleh serifikat Fitofarmaka dari BPOM.
Manfaat Herbal Tanaman Meniran
Beberapa jenis priairan, tetapi yang lebih dikenal masyarakat umum dan yang biasa digunakan untuk pengobatan hanya dua spesies, yaitu Phyllanthus niruri, L., dan Phyllanthus urinaria , L. Keduanya memiliki bentuk morfologi serta khasiat yang hampir sama untuk pengobatan.
Secara etnofitomedika, dikutip dari usu.ac.id , meniran telah lama digunakan masyarakat di berbagai belahan dunia. Di Indonesia yang kaya akan flora hutan tropis, meniran secara tunggal atau diramu bersama tumbuhan obat lain yang turun-temurun digunakan untuk mengobati beragam penyakit, seperti diare, malaria, sariawan, batu ginjal, sakit kuning, ayan, sakit gigi, gonorhoe, dan antiradang (Kardinan dan Kusuma, 2004).
Di Vietnam dan Kamboja, meniran digunakan untuk menangkal TBC. Di Thailand, secara tradisional herba ini digunakan untuk menangkal demam dan peluruh air seni. Di Malaysia meniran digunakan untuk menghadang penyakit kulit, sifilis, dan gonorhoe.
Sementara itu, di India berdasarkan pengobatan Ayurveda, sejak 2.000 tahun yang lalu, secara luas digunakan untuk mengobati gangguan menstruasi, diare, gangguan pada kulit, diabetes, kencing nanah, dan terbukti mampu mengatasi hepatitis B.
Di Peru, meniran konkret dengan perasan air jeruk nipis, diminum sebagai tonikum untuk penderita diabetes mellitus dan penderita hepatitis. Di Suriname, bahasa yang digunakan untuk menangkal kolik, gangguan ginjal, dan berbagai penyakti lever akut atau kronis.
Tumbuhan meniran menurut Wikipedia, memiliki senyawa kimia zat filantin, kalium, damar, dan zat penyamak. Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat penyakit kuning, disentri, batuk, demam, ayan, berlebihan dan malaria. Meniran, dikutip dari unsrat.ac.id , juga memiliki kandungan senyawa yang bersifat antijamur seperti flavonoid, tanin, dan saponin.
Tim peneliti dari Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, melakukan penelitian dengan uji efek antipiretik ekstrak meniran pada tikus wistar jantan yang diinduksi vaksin DPT HB. Induksi demam pada hewan uji, dilakukan menggunakan vaksin DPT-HB 0,2ml secara intramuskular.
Hasil penelitian pemberian ekstrak meniran dengan dosis 300 mg / 200 grBB menunjukkan penurunan suhu rektal lebih besar dibandingkan dengan dosis 100 dan 200 mg / 200 grBB selama 180 menit pengukuran. Hasil menunjukkan ekstrak meniran memiliki efek antipiretik pada tikus Wistar.
Tim peneliti dari Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, meneliti uji daya hambat ekstrak meniran terhadap pertumbuhan Candida albicans yang diisolasi dari plat gigi tiruan lepasan akrilik.
Candida albicans merupakan flora normal di dalam mulut, namun pada pengguna gigi tiruan akrilik Candida albicans dapat tumbuh dengan pesat jika tidak dijaga kebersihannya. Pertumbuhan jamur Candida albicans yang berlebihan dapat menyebabkan infeksi pada rongga mulut pengguna gigi tiruan akrilik.
Meniran menjadi alternatif untuk menanggulangi jamur Candida albicans . Kesimpulan penelitian mereka menyebutkan ekstrak meniran memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans yang diisolasi dari pengguna gigi tiruan lepasan akrilik.
Tim peneliti Program Pasca Sarjana Anti-Aging Medicine Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, meneliti gel ekstrak daun meniran meningkatkan epitelisasi penyembuhan luka pada kulit tikus putih jantan galur wistar. Daun meniran mengandung molekul bioaktif yang berefek pada penyembuhan luka, dan antimikroba. Hasil penelitian menunjukkan pemberian gel ekstrak daun meniran dapat meningkatkan epitelisasi jaringan luka pada kulit tikus wistar jantan.
Tim peneliti mahasiswa UGM, dikutip dari ugm.ac.id , meneliti imer dan meniran, yang dikenal dapat mengobati radang atau bengkak. Daun imer memiliki kandungan senyawa securinine tinggi yang dapat menurunkan inflamasi. Sementara daun meniran mengandung senyawa filantin dan terbukti memiliki aktivitas anti inflamasi sehingga dapat menguatkan imunitas.
Penelitian dilakukan dengan mengekstrak kedua daun tersebut. Selanjutnya, ekstrak diujikan pada tikus yang sebelumnya telah diinduksi dengan senyawa inflamasi pada bagian kakinya. Selain melakukan uji secara in vivo pada tikus, dalam penelitian yang dilakukan pada Januari-Agustus 2016 lalu ini juga dilakukan uji in silico untuk mengaktifkan daun imer dan meniran dalam menghambat inflamasi.
Hasil penelitian menunjukkan senyawa securinine dan filantin yang mampu menghambat oks-2 yang menimbulkan inflamasi. Penelitian terkait penggunaan daun meniran dan imer secara bersamaan untuk obat inflamasi ini, dan pertama kali dilakukan di dunia. Selama ini, penelitian baru dilakukan hanya pada meniran atau imer, belum berupa kombinasi penuh.
Obat anti inflamasi yang diberi nama Nutrasetikal Imer Meniran atau disingkat dengan Nu Imran ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam pengobatan inflamasi.
Penelitian Tita Bariah Siddiq dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, mengenai pengaruh herba meniran sebagai antihepatotoksik, menyebutkan zat aktif yang terkandung di dalam meniran yang mempunyai efek terkuat sebagai antihepatotoksik adalah filantin dan hipofilantin. Kedua senyawa itu termasuk golongan lignan yang mempunyai gugus hidrogen bebas. Hidrogen bebas itu bekerja sebagai antioksidan, yang akan berikatan dengan radikal bebas yang terdapat di dalam zat toksik yang sering menyebabkan kerusakan hati.
Melalui penyelidikan itu Tita Siddiq ingin melihat apakah meniran dapat dijadikan sebagai salah satu altematif pengobatan hepatotoksik sehingga masyarakat dapat menggunakan tanaman ini sebagai salah satu obat antihepatotoksik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan efek sebagai antihepatotoksik, dengan pekerjaan sebagai antioksidan.
BAWANG DAYAK
Nama bawang Dayak ini punya nama lain bawang berlian, bawang sabrang, dan bawang tiwai, nama bawang hutan atau bawang kabe .Nama latin bawang Dayak adalah Eleutherine palmifolia (L.) Merr atau Eleutherine bulbosa Mill. Nama Bawang Dayak diambil dari nama suku di Kalimantan, karena bawang ini banyak dibudidayakan di Kalimantan temasuk Kalimantan Timur
Gambar: Bawang Dayak Eleutherine palmifolia (L.) Merr atau Eleutherine bulbosa Mill
Bawang Dayak ini banyak tumbuh di daerah pegunungan dengan tinggi antara 600–1500 m dpl. Bawang Dayak menyukai tempat-tempat terbuka dengan tanah yang banyak humus dan lembab. Bagian tumbuhan yang ditanam adalah umbinya. Bawang sabrang tumbuh liar dihutan, dengan bunga berkelopak lima bewarna putih dan hanya tumbuh saat gelap.Daun bawang Dayak berbentuk pita dengan panjang antara 15–20 cm dan lebar 3–5 cm serta mirip tanaman palem. Bawang Dayak memiliki daun panjang dan beralur mirip dengan anggrek tanah. Umbi berbentuk bulat telur, berwarna merah serta tidak berbau
Menariknya selain di Kalimantan, bawang Dayak juga tumbuh di beberapa daerah Brazil, di bagian selatan Meksiko dan di hutan hujan Amazon, serta di perbatasan antara Peru, Bolivia, Ekuador, Guyana, Suriname, dan Guyana Prancis. Orang-orang Amerika Latin sama-sama sudah sejak dulu membudidayakan bawang ini karena potensi sifat obatnya.
Bawang Dayak bisa dikonsumsi dengan banyak cara yaitu bisa dimakan utuh saat masih segar, dijadikan acar atau manisan, sebagai bumbu masak, hingga dikeringkan dan dihaluskan sampai menjadi bubuk yang dicampur ke makanan atau diseduh sebagai minuman hangat.
Manfaat bawang Dayak yang sudah terbukti oleh ilmu medis. Penelitian medis yang secara spesifik membuktikan manfaat bawang Dayak sebagai obat penyakit kronis sebetulnya masih sangat sedikit. Namun sejauh ini bawang sabrang diyakini paling berpotensi kuat untuk:
1. Mengatasi infeksi
Sebuah penelitian terbitan tahun 2018 dari kolaborasi antara tim peneliti dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kalimantan Timur melaporkan bahwa bawang Dayak kaya akan sejumlah antioksidan seperti flavonoid, alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, dan tannin.
Deretan antioksidan di atas bekerja efektif untuk menghambat dan mematikan pertumbuhan virus, bakteri, serta jamur penyebab penyakit. Penelitian di atas secara spesifik menemukan bahwa bawang sabrang paling efektif melawan bakteri Staphylococcus aureus (MRSA), B. cereus, Shigella sp., and P aeruginosa.
Bakteri Staph, MRSA, dan P. aeruginosa adalah beberapa contoh bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Staph dan MRSA dapat menyebabkan banyak penyakit mulai dari infeksi kulit, sepsis, pneumonia, hingga infeksi darah. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) adalah penyebab ISK, pneumonia, dan infeksi ginjal, sementara Shigella sp adalah bakteri penyebab infeksi shigellosis dan disentri.
Penelitian tersebut juga memperkuat temuan terdahulu dari Universitas Jenderal Achmad Yani yang melaporkan hal serupa. Tim peneliti Universitas Jenderal Achmad Yani menemukan bahwa sifat antimikroba dari ekstrak umbi bawang Dayak yang dioles pada kulit mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staph dan Trichophyton rubrum yang sering terlibat dalam pembentukan luka serta bisul.
2. Meningkatkan kepadatan tulang wanita menopause
Perempuan usia menopause berisiko mengalami osteoporosis alias masalah pengeroposan tulang. Menopause terjadi ketika tubuh tidak lagi mampu memproduksi hormon estrogen sebanyak di usia muda. Mengutip NHS UK, wanita bisa kehilangan hingga 20% kepadatan tulang mereka dalam lima hingga tujuh tahun setelah menopause.
Selain berfungsi mengatur kesuburan, hormon estrogen juga membantu melindungi kekuatan tulang. Itu kenapa ketika kadar estrogen menurun drastis selama menopause dapat menyebabkan hilangnya kepadatan tulang seiring waktu. Kejadian menopause dini bahkan dapat semakin meningkatkan risiko seorang perempuan terhadap pengeroposan tulang.
Sebuah penelitian terbitan tahun 2018 dari Departemen Farmakologi & Terapeutik FKUI menemukan bahwa pemberian ekstrak bawang Dayak dalam dosis tinggi (18 mg/200 g) selama 21 hari berturut-turut berpotensi sangat meningkatkan kadar kalsium tulang, berat tulang (massa tulang), dan panjang tulang.
Meski begitu, hasil penelitian ini masih terbatas diamati pada tikus lab yang secara sengaja diangkat indung telurnya lewat prosedur ovariektomi untuk menghentikan produksi hormon estrogen dalam tubuh (hipoestrogen).
Peneliti berargumen bahwa hasil temuan tersebut dapat menjadi dasar untuk mengembangkan ekstrak umbi bawang Dayak sebagai alternatif obat terapi hormon untuk wanita menopause di masa depan. Masih butuh lebih banyak lagi riset sains mendalam terkait manfaat bawang Dayak yang satu ini.
3. Menurunkan risiko kanker rahim dan penyakit jantung setelah menopause
Manfaat bawang Dayak lagi-lagi nampaknya ditemukan paling berpotensi terhadap berbagai masalah terkait menopause. Penyusutan kadar estrogen dalam tubuh selama dan setelah menopause tidak dapat disangkal akan memengaruhi kesehatan wanita secara umum. Itu kenapa beberapa wanita memilih untuk menggunakan terapi hormon guna mengatasi gejala menopause mereka.
Sayangnya, obat terapi hormon seperti tamoxifen dilaporkan dapat meningkatkan risiko kanker rahim pada wanita menopause. Risiko ini muncul karena tambahan hormon estrogen dapat menimbulkan penebalan dinding rahim yang dapat berkembang menjadi kanker rahim. Di sisi lain, terapi hormon estrogen juga dapat meningkatkan kadar lipid dalam darah yang berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung pascamenopause.
Sebuah penelitian berbeda tapi masih dari Universitas Indonesia melaporkan bahwa bawang Dayak kaya akan senyawa aktif bernama eleutherinol yang dapat berikatan kuat dengan reseptor estrogen alfa (ERα). Peneliti menemukan, eleuterinol bisa memicu efek peningkatan hormon estrogen yang mirip dengan obat tamoxifen tapi tanpa diikuti oleh risiko penebalan dinding rahim.
Penelitian ini mengamati efek ekstrak bawang sabrang pada tikus yang sudah sengaja dibuat menopause dengan pengangkatan indung telur (ovariektomi). Hasilnya, tikus-tikus menopause ini tidak mengalami penebalan dinding rahim. Ini berarti bawang Dayak tidak meningkatkan risiko kanker rahim layaknya terapi hormon estrogen secara medis.
Selain itu, tikus-tikus menopause tersebut juga tidak mengalami peningkatan kadar lipid dalam darah. Ekstrak bawang Dayak justru terlihat menurunkan kadar lipid darah sehingga risiko penyakit jantung pun menurun. Ini menunjukkan bahwa bawang Dayak berpotensi untuk menjadi pengganti terapi hormon estrogen yang lebih aman.
4. Manfaat lainnya
Selain manfaat diatas Bawang Dayak bisa mengobati kanker, jantung, antiradang, anti pendarahan serta untuk meningkatkan imunitas atau sistem kekebalan tubuh. Umbi Bawang ini Umbi ini juga dapat mengobati sembelik, disentri, kanker payudara, diabetes, hipertensi, muntah, penyakit kuning dan hiperkolesterol
Jangan konsumsi bawang Dayak jika Anda punya alergi
Tidak semua orang bisa dengan bebas menggunakan bawang Dayak dalam keseharian mereka. Menurut artikel dalam Journal of Allergy and Clinical Immunology, ada beberapa orang yang memiliki intolereansi atau alergi bawang putih. Maka jika Anda salah satunya, kemungkinan besar Anda juga tidak disarankan untuk menggunakan atau mengonsumsi jenis bawang lainnya, termasuk bawang Dayak.
Orang yang punya alergi bawang dapat mengalami mata merah dan gatal hingga kulit ruam gatal-gatal jika menyentuh bawang. Sedangkan orang dengan intoleransi terhadap bawang dapat mengalami perut kembung, mulas, bergas, hingga mual dan muntah-muntah setelah makan bawang. Bawang apa pun jenisnya juga dapat memperparah penyakit GERD (refluks asam lambung kronis) apabila dikonsumsi berlebihan.
Sumber:
https://www.goodnewsfromindonesia.id
hellosehat.com
id.wikipedia.org
https://m.mediaindonesia.com/amp/amp_detail/255233-khasiat-bajakah-dari-kalimantan
https://www.cermati.com/artikel/amp/12-fakta-obat-kanker-akar-bajakah-sayang-kalau-dilewatkan
Ervina, Maharani Nida Ervina dan Yatin Mulyono. 2019. "Etnobotani Meniran Hijau (Phyllanthus Ninuri L) Sebagai Potensi Obat Kayap Ular (Herpes Zoster) dalam Tradisi Suku Dayak Ngaju". Jurnal Jejaring Matematika dan Sains, Vol. 1, No. 1, 2019.