NEWS:

  • Jasa Raharja Bersama Kemenkeu, dan Akademisi Bahas Penguatan Regulasi Penyelenggaraan Program Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan
  • Dorong Tertib Administrasi Kendaraan, Jasa Raharja dan Korlantas Polri Cek Langsung Proses Pelayanan BPKB
  • Data BPS, Ini 10 Provinsi Termiskin Di Indonesia
  • Jasa Raharja Dukung Kegiatan ‘Polantas Menyapa’ Demi Terwujudnya Indonesia Emas yang Tertib Berlalu Lintas
  • Implementasi Business Registration SDGs UMKM di Kaltim jiCA Jepang Gandeng Unmul

Oleh: Siswanto -Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia Provinsi Kalimantan Timur

Siswanto 1 250Setiap tanggal 28 Juli, dunia memperingati Hari Hepatitis Sedunia dengan tema global tahun ini: “Hepatitis: Let’s Break It Down”. Penyakit ini terutama hepatitis B dan C masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang tersembunyi namun berdampak besar. Di Indonesia, lebih dari 1,3 juta orang setiap tahun di dunia, dan jutaan lainnya hidup tanpa sadar bahwa mereka terinfeksi, hingga terlambat tertangani dan berujung pada sirosis atau kanker hati. Tantangan semakin kompleks karena beban penyakit hepatitis beririsan langsung dengan isu kependudukan, kemiskinan, keterbatasan layanan kesehatan, dan kurangnya literasi kesehatan di komunitas rentan.

 Kelompok Rentan: Di Mana Hepatitis Berkembang Diam-Diam

Kelompok yang paling rentan terhadap hepatitis adalah ibu hamil, bayi baru lahir, pekerja informal, penduduk dengan mobilitas tinggi, narapidana, komunitas adat terpencil, dan pengguna narkoba suntik. Di daerah-daerah terpencil, akses terhadap skrining hepatitis, vaksinasi, dan pengobatan masih sangat terbatas.

Data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki beban tinggi untuk hepatitis B dan C, yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kanker hati jika tidak ditangani sejak dini. Namun, masih banyak masyarakat yang percaya pada mitos, takut diskriminasi, atau tidak tahu bahwa hepatitis bisa dicegah dan disembuhkan.

Pendekatan Kependudukan adalah Kunci

Koalisi Kependudukan Indonesia mendorong agar pengendalian hepatitis diintegrasikan dengan peta jalan Pembangunan kependudukan berbasis risiko dan kerentanan. Artinya:

  • Data penduduk digunakan untuk memetakan wilayah dengan cakupan vaksinasi rendah dan angka infeksi tinggi.
  • Program disesuaikan dengan karakteristik sosial-budaya komunitas, termasuk kearifan lokal dan bahasa daerah.
  • Petugas kesehatan digerakkan bersama tokoh adat, tokoh agama, dan kader lokal untuk membangun kepercayaan.

Program promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif untuk hepatitis harus berbasis komunitas, berwawasan kependudukan dan kearifan lokal agar benar-benar menjangkau yang paling membutuhkan.

Solusi Holistik: Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif

Sebagai Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia, saya percaya bahwa penanganan hepatitis harus dilakukan secara integratif, dengan melibatkan potensi kearifan lokal bangsa Indonesia. Pengendalian hepatitis tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan medis-biomedis. Di negeri kaya akan kearifan lokal dan keanekaragaman hayati, kita justru punya kekuatan tersembunyi yang bisa dioptimalkan: tumbuhan obat nusantara, UMKM berbasis produk herbal, dan industri ramah lingkungan yang mendukung kesehatan masyarakat.

Tumbuhan Nusantara sebagai Dukungan Preventif dan Kuratif

Berbagai penelitian telah menunjukkan potensi tanaman lokal seperti temulawak, sambiloto, meniran, kunyit, dan pegagan dalam menjaga fungsi hati dan mendukung pengobatan hepatitis. Ramuan turun-temurun yang diwariskan dari nenek moyang kita terbukti memiliki kandungan hepatoprotektif, antioksidan, dan antivirus alami.

Potensi ini semestinya diangkat bukan hanya untuk pengobatan alternatif, tetapi juga sebagai bagian dari sistem kesehatan nasional. Bila dikelola dengan tepat, tumbuhan ini dapat mendukung strategi promotif, preventif, dan kuratif hepatitis dengan biaya terjangkau dan berbasis budaya lokal.

UMKM dan Industri Herbal: Pilar Ekonomi dan Kesehatan

Koalisi Kependudukan Indonesia mendorong agar pengendalian hepatitis diintegrasikan dengan penguatan ekonomi lokal. Banyak UMKM di desa dan kawasan adat telah memproduksi jamu, ekstrak herbal, atau makanan fungsional berbasis tanaman pelindung hati. Sayangnya, mereka sering terkendala dalam akses pasar, legalitas BPOM, dan dukungan teknologi.

Inilah saatnya dunia industri turut berperan. Kita butuh industri farmasi dan kosmetik nasional yang mau bermitra dengan UMKM lokal untuk mengembangkan produk berbasis etnofarmakologi. Bila digerakkan secara kolaboratif, Indonesia bukan hanya bisa mengurangi beban hepatitis, tapi juga menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya lokal yang berkelanjutan.

Peran Pemerintah: Regulasi Inklusif dan Dukungan Lintas Sektor

Pemerintah memiliki peran sentral dalam pengendalian hepatitis: mulai dari vaksinasi hepatitis B untuk bayi dan dewasa risiko tinggi, skrining gratis di puskesmas dan posyandu, hingga dukungan riset dan sertifikasi produk herbal.

 Namun ke depan, arah kebijakan perlu lebih progresif dan lintas sektor:

  • Kementerian Kesehatan bisa bermitra dengan Kemenperin dan Kemenkop UKM dalam mendorong inovasi produk anti-hepatitis dari tumbuhan nusantara.
  • Kementerian Pendidikan dan Ristek bisa menggerakkan kampus dan balai litbang daerah untuk menguji dan mengembangkan potensi tanaman herbal lokal.
  • Pemerintah daerah dapat menjadi motor penggerak pemanfaatan lahan pekarangan dan hutan adat sebagai sumber tanaman obat.

Sebagai kekuatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Berikut empat pilar solusi:

  1. Promotif:
    Edukasi publik berbasis budaya lokal. Misalnya, kampanye kesehatan lewat wayang, pantun, lagu daerah, atau tokoh adat bisa jauh lebih efektif di komunitas yang masih tradisional dibanding media konvensional.
  2. Preventif:
    Mendorong vaksinasi hepatitis B untuk bayi dan kelompok risiko tinggi. Juga penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang sudah dikenal dalam praktik masyarakat seperti memandikan bayi dengan ramuan herbal, atau adat pantang darah yang sejalan dengan prinsip-prinsip pencegahan penularan hepatitis.
  3. Kuratif:
    Fasilitasi akses skrining dan pengobatan hepatitis secara terjangkau, dengan pendekatan komunitas seperti posyandu remaja dan lansia, serta sinergi dengan pengobatan tradisional yang telah teruji secara ilmiah—misalnya tanaman seperti temulawak, kunyit, dan sambiloto yang memiliki efek hepatoprotektif.
  4. Rehabilitatif:
    Pemberdayaan penyintas hepatitis agar dapat menjadi duta edukasi dan advokasi di komunitasnya, serta penguatan dukungan psikososial berbasis kelompok sebaya (peer support) seperti yang dilakukan di banyak komunitas adat dan keagamaan.

Membangun Ketahanan Kesehatan Berbasis Komunitas

Peringatan Hari Hepatitis Sedunia bukan hanya tentang penyakit, tetapi juga tentang keadilan kesehatan. Saat kita bicara tentang penghapusan hepatitis, kita juga bicara tentang penghapusan stigma, penguatan literasi, dan pemerataan layanan di seluruh wilayah nusantara.

Dengan pendekatan berbasis kependudukan dan kearifan lokal, Indonesia bisa menjadi contoh negara yang tidak hanya berhasil menurunkan angka hepatitis, tetapi juga memberdayakan komunitas untuk menjadi pelaku utama dalam menjaga kesehatan kolektif.

Mari kita satukan langkah. Karena Hepatitis tidak bisa menunggu, dan rakyat Indonesia—terutama yang paling rentan—tidak boleh dibiarkan tertinggal. Bersama-sama memecah berbagai penghalang yang membuat upaya mengatasi Hepatitis makin sulit. Hambatan yang ada umumnya berkaitan dengan biaya, sosial, stigma, hingga sistem layanan kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung

Menuju Indonesia Bebas Hepatitis

Hepatitis bukan hanya isu medis. Ia adalah cermin ketimpangan dalam akses informasi, layanan, dan perlindungan sosial. Jika kita ingin menghapus hepatitis sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada 2030, maka kita harus memastikan tidak ada satupun kelompok yang tertinggal terutama mereka yang paling rentan.

Mari jadikan peringatan Hari Hepatitis Sedunia tahun ini sebagai momentum untuk membangun sistem kesehatan yang adil, berbasis data kependudukan, dan berpihak pada masyarakat pinggiran. Karena hanya dengan itulah, kita bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa dan menjaga kualitas generasi mendatang

Solusi Indonesia untuk Masalah Global

Di tengah tantangan pengendalian hepatitis yang kompleks dan multidimensi, kita perlu kembali melihat kekuatan yang kita miliki sendiri sebagai bangsa: alam yang kaya, budaya yang bijak, dan rakyat yang kreatif.

 Warta Kaltim @2025-Jul



WARTA TERKAIT

WARTA UPDATE

« »