SAMARINDA- Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman (Prodi IP Fisip Unmul), bekerja sama dengan LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) Unmul dan akademisi dari IP Unmul, Dr.Phil. I Ketut Gunawan, M.A sebagai Penerima hibah penelitian program BIMA (Basis Informasi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) oleh Kemdikbudristek, untuk melaksanakan Seminar Nasional “Ethnic Fractionalization dan Ethnic Polarization di IKN” Studi Potensi Konflik di Wilayah Ibu Kota Negara. Menghadirkan tiga Narasumber yaitu, Direktur Eksekutif Hironimus Hilapok., S.Sos, M.Si (Honai Perubahan Semesta), Marbawi A. Katon S.Sos, M.Si (Kepala Departemen Politik Megawati Intitute), dan Dr.Phil. I Ketut Gunawan, M.A (peneliti dan akademisi Ilmu Pemerintahan Fisip Unmul) dan di Moderatori oleh Mohammad Taufik S.Sos M.Si (Akademisi Fisip Unmul). Kegiatan secara offline di Ruang Serbaguna Fisip Unmul dan secara Online (06/11/2023)
Latar belakang Kajian atau penelitian tentang Ethnic Fractionalization dan Ethnic Polarization di wilayah IKN ini sangat krusial guna mengetahui potensi konfliknya. Hal ini karena di Kalimantan Timur beberapa kali telah terjadi ketegangan etnis, kerusuhan etnis, atau konflik etnis, seperti di Tarakan (ketika menjadi bagian Kaltim), Kutai Barat, Berau, dan Paser. Di Penajam Paser Utara, yang sebagian wilayahnya menjadi wilayah IKN, juga pernah dilanda kerusuhan etnis. Karena Pemerintah akan mengerahkan sebagian besar sumber dayanya ke IKN untuk membangun ibukota negara yang baru, maka penelitian tentang fraksionalisasi dan polarisasi etnis di IKN berkontribusi dalam memetakan potensi konflik atau kestabilan/kondusifitas wilayah dari perspektif etnodemografi atau etnopolitik, sehingga langkah-langkah antisipasi dan mitigasi bisa dipersiapkan sejak dini agar sumber daya yang dikerahkan tersebut tidak terdistraksi oleh ketegangan etnis, kerusuhan etnis, atau konflik etnis.
Hironimus Hilapok yang membahas etnis Papua dan afirmasi kebijakan untuk pengakuan terhadap etnis minoritas lainnya dalam pembangunan IKN. Beliau memulai dengan minoritasnya etnis Papua di Indonesia serta perkembangan isu mengenai etnis di Papua saat ini, setelah itu Bapak Hironimus berharap ada sebuah Affirmative action untuk mendorong regulasi terhadap pengakuan etnis minoritas di IKN untuk mengatur partisipasinya dalam membangun IKN dan Mengorganisir melalui paguyuban atau dewa adat untuk bersatu menerima atau pun memberi kritik bahkan menolak segala sesuatu yang di IKN.
“Penting peningkatan kualitas anak muda untuk melanjutkan pendidikan guna pemerataan kemampuan dari penduduk awal dan pendatang dari luar Kalimantan Timur” Tegasnya
Dilanjutkan Dosen Fisip Unmul Dr. Phil. I Ketut Gunawan, M.A sebagai peneliti, dalam seminar ini beliau memaparkan hasil riset tentang Ethnic Fractionalization dan Ethnic Polarization di wilayah IKN yang dilakukan di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Hasil riset tersebut menjabarkan Homogenitas dan Heterogenitas di Desa/Kelurahan yang masuk dalam wilayah IKN sangat berbeda-beda dan hasil Fraksionalisasi yang berbeda-beda pula, wilayah IKN termasuk kedalam heterogen
“Ada 10 suku yaitu jawa, bugis, banjar, kutai, toraja, dayak, paser, sunda, madura, dan batak sedangkan hasil perhitungan Fraksionalisasi etnis di IKN termasuk tinggi yaitu (0,79), sementara polarisasi etnis termasuk slighty high (0,61)” tutur I Ketut
“Berdasarkan hasil indek polarisasi, karena polarisasi yang moderat/kondusif ada indeks 0,46-0,54, maka indeks 0,61 lebih dekat ke moderat dari pada ke high, sehingga secara umum bisa dikatakan etnodemografis relatif kondusif dalam mendukung pembangunan IKN. Wilayah yang indeks polarisasinya tinggi atau lebih dekat ke tinggi (high) perlu diberi perhatian.” Ungkapnya
Sedangkan Marbawi A. Katon S.Sos, M.Si, sebagai ahli dalam hal Nation Building di Indonesia, Marbawi memaparkan mengenai persatuan di Indonesia, menurutnya ada tiga kerentanan abadi yaitu bencana alam, silang manusia, dan ruang angkasa poros khatulistiwa, Polarisasi bisa tinggi jika terjadinya disproporsionalitas representasi di dalam struktur-struktur sumber daya maupun struktur-struktur simboliknya.
“IKN harus menyediakan yang proporsional bagi representasi etnis atau agama atau kelompok-kelompok lainnya secara sosiologis, IKN tak boleh seperti desain yang lama seperti Jakarta yang menghilangkan kearifan lokal “
“IKN yang baru lebih ke arah kearifan atau kepercayaan tapi ada kemungkinan menjadi kapital dari biaya yang digunakan untuk membangun IKN seperti investasi dan kepentingan yang lainnya. Kalau dinamika konflik di arahkan ke polarisasi maka di perlukan pembangunan yang sangat kuat, maka isu kapital seperti biaya, dana dan seterusnya ke representasi kelompok sekalipun kontribusi kepada pembangunan fisiknya tidak terlalu besar tetapi ini demi menjaga kondusifitas dan juga keinginan orang lain untuk memiliki kota itu secara publik kalau sebatas kapital maka kota itu bukan menjadi kota rakyat tetapi menjadi kota pemilik modal tertentu saja.” Tutur Marbawi
Diharapkan Riset mengenai Fraksionalisasi Etnis dan Polarisasi Etnis di IKN dapat berlanjut untuk menilai potensi-potensi polarisasi dan fraksionalisasi kedepannya, karna pembangunan IKN sendiri bukan hanya mengenai pembangunan fisik namun pembangunan secara sosial perlu tetap dijaga.
Kegiatan ini diikuti oleh 164 peserta offline (ruang serbaguna Fisip Unmul) dan 312 Peserta hadir secara Online, peserta terdiri dari mahasiswa, organisasi mahasiswa, akademisi/peneliti, perwakilan camat dan lurah sekitar IKN, Media dan LSM
Warta Kaltim @2023- Jul