NEWS:

  • Jasa Raharja Perkuat Budaya Sadar Risiko di Kalangan Internal lewat Risk Management Update 2025
  • Jasa Raharja Dampingi Wapres Gibran Tinjau Penanganan Korban Kecelakaan KM Tunu Pratama Jaya di Pelabuhan Ketapang Jawa Timur
  • Jasa Raharja Perkuat Komitmen Pelayanan dan Koordinasi Antarinstansi Saat Tinjau Lokasi Evakuasi KM Tunu Pratama Jaya
  • KMP Tunu Pratama Jaya Mengalami Kecelakaan di Selat Bali, Jasa Raharja Bergerak Cepat untuk Jamin Santunan Seluruh Korban
  • Gelar RUPS, Jasa Raharja Setor Dividen Rp1,1 Triliun ke Negara

960524 Hetifah Sjaifudian Wakil Ketua Komisi X DPR RIJAKARTA- Polemik terkait tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi di sejumlah perguruan tinggi, akhir ini tengah ramai perbincangan bahkan aksi demo gencar dilakukan mahasiswa seperti terjadi di Universitas Jenderal Sudirman (Unsoed) Purwokerto dan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Berbagai cara telah ditempuh oleh mahasiswa untuk melunasi mahalnya UKT tersebut. Ada yang mencoba mencari beasiswa, menggadaikan barang-barang berharga hingga harus berhutang. Kasus berhutang atau pinjaman online ini juga sempat ramai dikarenakan salah satu institusi perguruan tinggi yaitu ITB memfasilitasi penawaran penggunaan pinjaman online secara resmi menggunakan website kampus. Pinjaman online ini dianggap merugikan bagi sebagian mahasiswa dikarenakan Tingkat bunga yang ditawarkan cukup tinggi, hingga 20%.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengaku prihatin dengan kondisi ini. Ia menegaskan perguruan tinggi tidak selayaknya berdagang mencari untung dengan mahasiswa untuk pembangunan kampus.

Hetifah menyadari kenaikan UKT yang tinggi ini dimungkinkan didasari dengan adanya status Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) yang memungkinkan perguruan tinggi memiliki kemandirian berupa otonomi baik di bidang akademik maupun non akademik dimana PTN BH memiliki kewenangan mutlak untuk menetukan arah kebijakan PTN tanpa intervensi dari luar.

Hetifah menyayangkan, dengan adanya PTN BH seharusnya PTN dapat meningkatkan reputasi maupun kualitas baik secara institusi maupun lulusan mahasiswa. PTN BH diberikan keleluasaan untuk untuk mencari dana tambahan dari pihak swasta guna menjalankan aktivitas kampus atau Pembangunan infrastruktur lainnya. Namun, bukan berarti PTN ini bisa sewenang-wenang untuk menaikkan UKT mahasiswa.

“Kita tahu sendiri kondisi penghasilan rata-rata masyarakat Indonesia saat ini seperti apa, peningkatan UKT 3 hingga 5 kali lipat sungguh tidak logis dan tidak relevan,” terang Hetifah.

Hetifah mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap otonomi PTN BH terkait jenis-jenis pendapatan terutama dari bidang akademik/pendidikan, agar ada standar minimum dan maksimum nominal UKT sehingga tidak memberatkan mahasiswa.

Warta Kaltim @2024-Jul

Baca Juga...

WARTA TERKAIT

WARTA UPDATE

« »