NEWS:

  • Program Rumah Cokelat Lung Anai Binaan MHU Raih Gold di Ajang CSR dan PDG Award 2025
  • Jasa Raharja Dorong Konsistensi Layanan Publik dan Edukasi Keselamatan Berkualitas di Samsat Kota Semarang
  • 71 Pejabat Pemprov Kaltim Dilantik, Gubernur Tegaskan Akserasi Cepat, Disiplin dan Profesionalisme
  • Gas dan Kondensat di Kaltim Bakal dapat Gelontoran Rp 250 Triliun dari South Hub ENI
  • Jasa Raharja dan PERSI Perkuat Sinergi Layanan Kesehatan Korban Kecelakaan di Kongres PERSI XXI 2025

jalanRasulullah saw bersabda “barang siapa menjalani ibadah dalam bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni Allah” (Bulugh al-Mur’am  nomor 715)

Apa makna ihtisab ? Secara kebahasaan, ihtisab berasosiasi dengan berhitungan atau perhitungan. Jadi Makna ihtisab dalam sabda Rasulullah SAW diatas adalah perhitungan dengan penuh pengharapan akan pahala dari Allah yang di karuniakan kepada kita melalui keberhasilan melakukan ibadah itu.

Karena itu ihtisab atau sikap penuh harapan kepada Allah itu tidak mungkin tanpa iman atau sikap penuh percaya kepada-Nya. Dan dengan sendirinya ihtisab juga tidak mungkin tanpa keikhlasan, tanpa sikap yang tulus dan murni, tanpa kejujuran terhadap dirinya sendiri dan kepada Allah. Sudah Tentu, bagaimana mungkin kita berharap akan mendapat pahala dari Allah SWT, juka kita tidak ihklas dalam amal ibadah kita, mustahil Allah akan menganugerahkan pahala kebahagiaan kepada kita sebagai umatnya jika amal ibadah kita tidak murni  tertuju kepada Nya dan tidak tidak demi ridho Nya, melainkan tertuju kepada tujuan lain.

Ibnu ‘Atha’-illah al-Sakandari dalam kitab al-Hikam berkata,”amal perbuatan adalah bagaikan gambar yang mati, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan di dalamnya”. Karena itu, tersirat dalam perkataan ihtisab tersebut ialah pengertian perhitungan kepada diri sendiri dengan jujur dan murni. Sebuah petunjuk agama juga mengatakan hendaknya kita membuat perhitungan kepada diri sendiri sebelum perhitungan itu dibuat Allah kelah atas diri kita.

Berkenaan dengan Amal ibadah kita, semua dapat dimulai dengan pernyataan Jujur, untuk apa sebenarnya kita beribadah? Benarkah untuk Allah semata atau karena tidak tahan terhadap tekanan sosial? Bia saja yag kedua yang terjadi maka kita harus segera mengkoreksi kembali niat kita. Kita teguhkan tujuan beribadah hanya kepada Allah dan demi mendapat rahmat-Nya semata.

Proses perhitungan kepada diri sendiri, dalam rangka keikhlasan itu bisa dilakukan dengan membuat ”daftar” kebaikan kita dibandingkan dengan keburukan kita secara jujur. Maka mungkin kita akan kaget mendapati kita lebih banyak berbuat tidak baik daripada perbuatan baiknya. Inilah yang dimaksud “ membuat perhitungan kepada diri sendiri sebelum perhitungan itu di buat Allah kepada kita”

Melihat kesalahan diri sendiri merupakan sesuatu yang amat berat, karena umumnya kita di kuasai hawa nafsu, dikuasai subjektifitas dan vested interest, terlebih dalam memandang orang lain.

Jika hal itu terjadi, maka sungguh suatu kerugian tak terkira telah menerpa kita. Karena itu kita perlu dengan tulus melakukan introspeksi kepada diri sendiri , dan hal ini kita lakukan sebagai bagian dari ihtisab, mengharapkan pahala dari Allah melalui ibadah kita.

22 Maret 1993

Dikutip Dari Buku

Sederhana itu Indah/Penyunting RA Gunandi,dkk. Jakarta: Penerbit Republika, 2021

WartaKaltim.Com @2022-Jul

WARTA TERKAIT

WARTA UPDATE

« »