Oleh : Rinna Ramadhan Ain Fitriah, S.E., M.E*
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara” Begitulah bunyi Undang-undang Pasal 27 ayat (3) UUD 1945. Secara konstitusional seluruh warga negara di berbagai lapisan masyarakat telah terikat pada upaya pembelaan negara. Masyarakat dituntut untuk memiliki kesadaran akan pentingnya bela negara. Nilai-nilai bela negara wajid dinternalisasi dalam hati sanubari, serta siap siaga diimplementasi dalam menjaga keselamatan negara, keutuhan bangsa, dan kedaulatan bangsa dalam berbagai bidang masing-masing.
Dalam bidang ekonomi terlebih di era pasca pandemi, bela negara juga bisa dimaknai sebagai upaya sinergis bangsa Indonesia dalam melakukan pemulihan ekonomi nasional. Revitalisasi ekonomi nasional ini akan menjadi pondasi untuk melindungi dan mempertahankan, serta meningkatkan keberlangsungan usaha dari para pelaku ekonomi.
Saat ini ekonomi dunia dan Indonesia diwarnai oleh digitalisasi dan inovasi yang sangat pesat dan terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Digitalisasi ini seolah menjadi konsekuensi logis bagi para pelaku ekonomi dalam beradaptasi menyongsong kompetisi dengan negara lain. Namun di sisi lain, digitaliasi juga menyimpan problematika. Transformasi teknologi informasi ternyata menyimpan risiko mengubah ancaman negara, yang dahulu berupa agresi militer, menjadi ancaman ekonomi dimana negara diserang melalui berbagai macam serangan dan tidak disadari oleh bangsa Indonesia. Perlahan-lahan Indonesia digerogoti oleh serbuan produk, start up serta inovasi-inovasi digital dari luar negeri yang mengancam keberlangsungan usaha masyarakat lokal. Jika tidak diwaspadai, isu ini akan sangat krusial dan mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. Perbincangan inilah yang juga membuka peluang pembahasan konsep bela negara dalam ekonomi. Pengaplikasian dan kesiapsiagaan bela negara dari setiap lini pelaku ekonomi harus mulai digagas dan dilakukan. Beberapa di antaranya adalah peningkatan literasi serta kemampuan transformasi dan akselerasi digital dari para pelaku ekonomi. Ketidakmampuan dalam menyaingi cepatnya arus perkembangan zaman merupakan hambatan dan tantangan para pelaku ekonomi dalam menghadapi ancaman dan kompetisi global. Baru saja memasuki revolusi industri 4.0 saat ini telah berkembang kembali dengan istilah society 5.0.
Di samping itu, para pelaku ekonomi nasional juga harus melihat bahwa transformasi digital adalah proses yang simultan, sehingga upaya yang dilakukan adalah sinergi dari potensi-potensi ekonomi nasional. Proses simultan ini juga bermakna adanya ikhtiar reflektif dari segala pihak untuk mengubah pola pikir dan budaya yang masih kontra produktif dengan digitalisasi ekonomi, seperti ego sektoral, pelayanan publik yang tidak berorientasi pada kepuasan, serta kompleksitas birokrasi. Kendala tersebut harus mulai dibenahi dengan peningkatan professionalitas yang saat ini bisa diakses melalui platform-platform digital.
Kombinasi upaya-upaya ini selayaknya diimplementasi para pelaku ekonomi, baik individu, lembaga maupun corporate yang terlibat dalam proses kegiatan ekonomi baik produksi, distribusi, maupun konsumsi, baik secara mikro maupun makro. Akselerasi digitalisasi ekonomi inilah menjadi wujud bela negara kontemporer. Pemenuhannya akan menyumbang kekuatan pertahanan ekonomi, sehingga berkontribusi pada penegakkan kedaulatan secara nasional.
*Penulis : Rinna Ramadhan Ain Fitriah, S.E., M.E. (Peserta LATSAR CPNS Angkatan XXVI PUSLATBANG KDOD)