Oleh Muhammad Harits Zidni Khatib Ramadhani S.E.,Ak.,M.Si*
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman
Plastik adalah sebuah solusi, pada tahun 1800 an masyarakat Eropa prihatin dengan perburuan gajah di Afrika yang menurunkan populasi gajah dengan sangat signifikan, maka di buat sebuah sayembara membuat gading gajah palsu yang mirip. Pada saat itu gading gajah digunakan untuk membuat permainan bola bilyard populer, untuk menghindari kepunahan gajah-gajah, seorang peneliti kimia bernama Jogn Wesley Hyatt menciptakan polimer semi sintetis bahannya sebagian dari getah tumbuhan dan sisanya adalah rekayasa sintetis, ketika bahan tersebut di uji coba, dibuat dan dicetak menyerupai gading gajah bentuk dan teksturnya sangat mirip meskipun dari beratnya tidak seberat gading gajah. Semenjak itu bahan ini mulai banyak digunakan di dunia industri. Pada tahun 1907 Leo Baekeland menyempurnakan plastik dengan nama Bakelite, ini merupakan cikal bakal plastik yang kita gunakan sekarang 100% bahan adalah sintetis, kemudian tahun 1959, Sten Gustaf Thulin menyempurnakan bahan plastik dan menciptakan kantong plastik sebagai solusi maraknya penggunaan kantong kertas yang mengekploitasi hutan besar besaran, mulai saat itu penggunaan plastik sebagai kantong dan kemasan produk semakin marak karena plastik dinilai murah, tahan lama dan “ramah terhadap lingkungan”, tapi kita terkecoh ternyata solusi tidak selamanya menjadi solusi.
Plastik terbuat dari rekayasa petrokimia yang berasal dari minyak bumi dan sumber daya fosil. Bahan kimia ini tidak dihasilkan secara alami oleh alam sehingga membuat ketidakseimbangan ekologi di sekitar kita. Keberadaan bahan ini di alam membuat ekosistem tidak seimbang, sekali sampah plastik dibuang dia membutuhkan waktu 500 tahun untuk hancur dan terurai ini sama saja kita mewariskan sampah untuk 15 generasi berikutnya, Studi ilmiah menunjukkan sampah plastik yang terbuang ke lautan luas di perairan Indonesia saja sudah mencapai 5,75 juta ton, plastik yang terombang ambing di permukaan menimbulkan kebingungan bagi hewan hewan laut mereka berpikir sampah plastik adalah santapan yang lezat, Banyak penelitian yang menunjukkan efek mengerikan pada hewan laut dan ekologi di perairan, plastik yang terurai menjadi lebih kecil tidak akan larut dalam waktu dekat itu termakan oleh ikan dan hewan hewan laut, ikan ditangkap oleh nelayan untuk di konsumsi oleh manusia, mekanisme alam mengembalikan sampah yang dibuang masuk kembali dalam tubuh manusia si perekayasanya. Segala lini kehidupan kita sekarang tidak bisa tanpa plastik semuanya sudah menggunakan plastik bahkan baju yang kita kenakan yang dahulu 100% terbuat dari kapas sekarang dicampur plastik dengan alasan lebih ekonomis, belum ada solusi yang benar efektif dalam mengurangi sampah plastik, baiknya sampah yang tidak akan terurai selam 500 tahun dan menjadi “sampah antar generasi” menjadi benda yang bermanfaat antar generasi, salah satu solusinya adalah ecobrick, Ecobrick pertama kali ditemukan oleh seniman asal Kanada, Russel Maier saat ia terdampar di sebuah desa adat di Filipina Utara, Ecobrick adalah botol minuman PET yang di masukan sampah plastik lainya yang kering dan dipadatkan sehingga menghasilkan botol PET yang kuat dan kokoh jika diisi penuh.
Bela negara tidak selalu mengangkat senjata, ikut menjadi pelopor dalam kegiatan sederhana seperti membuat ecobrick juga merupakan wujud bela negara yang nyata, Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia, harus mengubah mindset menjadi penyumbang ecobrick terbesar didunia, 1 ecobrick botol Minuman PET 1,5 liter dapat memuat 2,5kg sampah plastik menjaga plastik agar tidak terdegradasi menjadi racun dan mikroplastik, ecobrick juga bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan kursi, meja, bangunan, sofa, kasur dan berbagai macam barang bermanfaat lainnya. ini adalah wujud nyata bela negara dengan cara yang sangat sederhana, karena mikroplastik secara tidak sadar di komsumsi oleh manusia melalui ikan-ikan yang telah tercemar dengan sampah plastik, mikroplastik menimbulkan beragam masalah kesehatan, dengan kata lainorang orang yang membuang sampah sembarangan secara tidak langsung meracuni generasi kita, padahal Indonesia membutuhkan generasi kuat dan sehat, yang dapat menjadi fondasi kekuatan negara dalam menyongsong kemajuan sebuah bangsa dan negara. Kegiatan sederhana ini berdampak dalam menjaga keberlangsungan negara untuk generasi mendatang.
*Penulis: Muhammad Harits Zidni Khatib Ramadhani S.E.,Ak.,M.Si (Peserta LATSAR CPNS Angkatan XXVIII PUSLATBANG KDOD)