Oleh Mohammad Djailani
Bukan rahasia, bahwa sejak awal gagasan rencana pindah Ibukota Nusantara dari DKI Jakarta ke luar Pulau Jawa akan dibiayai dari investasi pihak ke tiga (non bugeter) dengan skema SWF (Soveriegn Wealth Fund), diantaranya bersumber dari sindikasi dari 3 (tiga) negara adidaya yaitu Arab, Inggris dan Jepang yang berkolaborasi dalam Softbank.
Dalam perjalanannya setelah Pemerintah dan DPR menetapkan UU No.03 Tahun 2022 dan dilantiknya Bambang Susantono menjadi Kepala Otoritas Ibu Kota Nusantara, Softbank menyatakan mundur tanpa alasan.
Diduga jauh sebelumnya oleh para pengamat bahwa mundurnya Softbank dan beberapa sindikasi investor internasional lainnya semata alasan klasik yang normatif, tidak terlepas dari kondisi makroekonomi dan keuangan negara akhir ini alami defisit dan bengkaknya utang luar negeri Indonesia.
Dengan nomenklatur yang sama, investasi untuk infrastruktur pindahnya Ibukota Negara tidak sama dengan foreign direct investment ke sektor riel (di bidang industri pertanian pertambangan danlainnya, dalam skala waktu tertentu bisa diproyeksikan besaran hasil (return on investment) untuk cicilan plus bunga (repayment).
Sementara investasi untuk infrastruktur Ibukota tergolong konsumtif, sehingga wajar kalau investor asing berkali-kali mikir menggelontorkan dananya untuk pembangunan IKN.
Apalagi, setelah ada audit BPK bahwa debt service ratio Indonesia telah mencapai 46,7% yaitu di atas ambang batas normal yang ditentukan IMF yaitu hanya sekitar 25 - 35%.
Dalam upaya untuk mendorong percepatan pembangunan IKN Nusantara sisa waktu masa jabatan Presiden Joko Widodo sebelum berakhir pada tahun 2024, tak ada pilihan kebijakan Pemerintah, kecuali harus berani merestrukturisasi anatomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang pembangunan IKN menjadi belanja Negara yang proritas yakni menjadi 80 persen bersumber dari APBN dan 20 persen dari Swasta yang praktis butuh dukungan para legislator di Senayan.
Dalam upaya mengantisipasi rendah minat para funder (nasional/asing) untuk investasi di IKN, baik skema pembiayaan umum maupun SWF seperti yang dikelola oleh PT SWF dengan Dirut Ridho Sambas Wirakusumah, satu-satunnya pilihan pahit harus disandang melalui restrukturisasi kebijakan budgeter pembangunan IKN Nusantara menjadi sektor prioritas dalam strultur APBN yang dikelola secara konservatife bertahap dan berkesinambungan.
---
Mohammad Djailani/ Mantan Asisten Deputi Menko EKUIN/Bappenas.
Ketua Umum Aliansi Pimpinan Ormas Daerah Kaltim.
Ketua Dewan Rakyat Daerah IKN Nusantara